Tren ancaman kejahatan yang muncul
di dunia maya atau "cyber crime" kini semakin canggih dan mengakibatkan
pengguna internet mengalami kerugian cukup besar setiap tahunnya.
Product Marketing Manager for Consumer & Small Business Symantec Wilayah Asia Selatan, Philip Routley, kepada wartawan di Surabaya, Selasa (22/10), mengungkapkan penjahat dunia maya saat ini menggunakan serangan lebih canggih, seperti "ransomware" dan "spear-phishing" yang memberikan uang lebih banyak dari serangan sebelumnya.
"Dengan sifat internet yang tanpa batas, ancaman kejahatan cyber tidak terbatas pada negara tertentu dan Indonesia juga tidak kebal terhadap serangan tersebut," katanya saat menyampaikan Laporan Norton 2013.
Dari laporan itu, terungkap bahwa jumlah orang dewasa pengguna internet yang mengalami kejahatan cyber mengalami penurunan dari 46 persen pada 2012, menjadi 41 persen pada 2013.
"Akan tetapi, angka kerugian yang dialami korban justru meningkat hampir 50 persen, dari rata-rata hanya 197 dolar AS pada 2012, menjadi 298 dolar AS. Ini menjadi bukti bahwa kejahatan di dunia maya sudah semakin canggih cara kerjanya," kata Philip.
Secara global, angka kerugian akibat kejahatan cyber selama satu tahun mencapai 113 miliar dolar AS dengan jumlah korban mencapai 378 juta orang atau sekitar 12 orang menjadi korban setiap detiknya.
Saat ini, menurut Philip, masyarakat tidak bisa lagi bersikap acuh terhadap perlindungan informasi berharga yang dimilikinya, baik berupa identitas pribadi, kartu kredit maupun rincian data keuangan.
Meningkatnya jumlah masyarakat Indonesia yang terhubung ke internet dengan menggunakan perangkat bergerak (mobile), lanjut Philip, juga perlu didukung langkah-langkah proaktif untuk melindungi informasi dari risiko keamanan.
"Saat konsumen menjadi lebih 'mobile' saat terhubung ke internet, kemudahan ini sering kali diikuti dengan dampak terhadap biaya dan keamanan mereka. Penjahat cyber punya potensi mengakses berbagai informasi, termasuk yang lebih berharga," tambahnya.
Symantec's Consumer Sales Manager for Indonesia, Rita Nurtika, menambahkan kendati konsumen sudah melakukan perlindungan terhadap komputer, tetapi masih banyak di antara mereka yang tidak peduli dengan keamanan telepon pintar dan komputer tabletnya.
"Kondisi ini seperti memiliki sistem alarm untuk rumah, tapi meninggalkan mobil tidak terkunci dan jendela terbuka. Kecerobohan ini menempatkan konsumen serta identitas digitalnya dalam bahaya," katanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar